Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) telah mengambil langkah progresif dengan mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Permohonan ini mencuat sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap perlakuan terhadap masyarakat hukum adat, yang dinilai terpinggirkan dalam struktur pemerintahan saat ini.
Permohonan judicial review, yang disampaikan secara resmi pada tanggal 20 Mei 2024 melalui kuasa dari APHA, Viktor Santosa Tandiasa dan Tim VST and Partners, bertujuan untuk menambahkan frasa “Masyarakat Hukum Adat” di Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara. Langkah ini diharapkan dapat menguatkan kedudukan masyarakat hukum adat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, sejalan dengan amanat UUD NRI Tahun 1945.
Prof. Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.H., Ketua Umum APHA, dan Dr. Rina Yulianti, S.H., M.H., Sekretaris Jenderal APHA, yang menjadi penggagas permohonan ini, menyoroti perlunya perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat hukum adat. Mereka menegaskan bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat adalah sebuah prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam negara hukum.
Menurut APHA, ketiadaan kementerian khusus yang mengurusi urusan pemerintahan masyarakat hukum adat menjadi indikasi terjadinya perlakuan diskriminatif. Mereka memperdebatkan bahwa hal ini tidak hanya melanggar prinsip-prinsip konstitusi, tetapi juga bertentangan dengan moralitas serta rasionalitas.
Viktor Santosa Tandiasa, kuasa dari APHA, menyampaikan bahwa ketidakmasuknya frasa “masyarakat hukum adat” dalam Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara mengakibatkan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi. Argumennya dipertegas dengan mengutip Pasal 18B Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang menekankan pengakuan dan penghormatan negara terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat.
Pengajuan judicial review ini menjadi langkah penting dalam upaya memberikan pengakuan yang lebih kuat serta perlindungan yang lebih efektif terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia. Hal ini juga memperlihatkan keseriusan dalam menanggapi perlunya reformasi dalam struktur pemerintahan untuk mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat adat.
Sementara itu, dalam konteks politik, jadwal pelantikan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dijadwalkan pada tanggal 20 Oktober 2024. Diharapkan bahwa langkah-langkah progresif seperti judicial review ini dapat membuka jalan bagi perubahan yang lebih inklusif dan berkeadilan di masa depan.