Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki target untuk masuk dalam daftar WHO Listed Authority, yang merupakan pengakuan bergengsi di dunia internasional bagi lembaga pengawas obat dan makanan. Langkah ini sangat penting untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Saat ini, BPOM berada di level 3 dari 4 level otoritas pengawas menurut standar WHO.
“Kami berharap tahun depan BPOM bisa masuk ke dalam WHO Listed Authority yang hanya terdiri dari 30 negara dari total 194 negara anggota WHO,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar pada Jumat (27/9/2024). Selain meningkatkan reputasi, hal ini juga akan memberikan dampak positif bagi industri farmasi Indonesia. Jika Indonesia masuk dalam daftar WHO tersebut, produk obat yang diproduksi di Indonesia tidak perlu lagi melalui proses inspeksi berulang saat diekspor ke negara-negara anggota WHO Listed Authority.
“Ini akan mempercepat ekspor obat-obatan ke pasar internasional. Perusahaan farmasi besar tidak perlu lagi menunggu tim inspeksi dari negara tujuan ekspor karena BPOM sudah diakui,” jelas Taruna. Hal ini akan mengurangi biaya dan mempercepat proses pemasaran produk farmasi Indonesia ke luar negeri.
Taruna menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk masuk dalam daftar WHO adalah penilaian ketat terhadap laboratorium BPOM. “Tim penilai dari Singapura, Thailand, dan Geneva sudah melakukan asesmen. Kami yakin BPOM memenuhi syarat dan bisa masuk daftar WHO pada bulan Mei atau Juni tahun depan,” ujar Taruna. BPOM juga harus memenuhi berbagai standar lain terkait pengawasan obat dan makanan.
“Ada banyak aspek yang dinilai, mulai dari kualitas pengawasan, kapasitas laboratorium, hingga efisiensi dalam menanggapi isu-isu terkait keamanan produk,” tambah Taruna. Proses penilaian ini akan berlanjut hingga akhir tahun dengan beberapa tahap penyesuaian yang masih harus diselesaikan. Masuknya BPOM ke WHO Listed Authority juga akan meningkatkan kepercayaan industri farmasi dunia terhadap Indonesia.
Taruna berharap hal ini dapat mendorong perusahaan farmasi global untuk lebih berinvestasi di Indonesia. “Ini adalah langkah strategis untuk menarik investasi dan meningkatkan kapasitas produksi obat dalam negeri,” ucapnya. Selain itu, BPOM juga akan memperkuat regulasi terkait obat-obatan inovatif dan bioteknologi.
“Kami melihat bahwa ada banyak teknologi baru yang belum diatur dengan baik dalam regulasi, seperti pengembangan sel bioteknologi untuk makanan. Ini menjadi tantangan baru yang harus dihadapi BPOM,” jelasnya. Saat ini, BPOM sedang bekerja keras untuk mempercepat reformasi di bidang regulasi, baik dalam hal makanan, minuman, kosmetik, hingga suplemen.
“Kami tidak bisa lagi terpaku pada aturan lama yang tidak relevan dengan perkembangan teknologi. Perlu ada inovasi dalam regulasi agar bisa mengikuti perkembangan zaman,” lanjut Taruna. Semoga dengan langkah-langkah ini, BPOM dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi industri farmasi Indonesia serta kesehatan masyarakat secara keseluruhan.